Assalamualaikum...

Assalamualaikum...

Sebelum Intan Tidur.... Intan selalu nak ingatkan diri Intan dan semua orang sekeliling Intan....

Ini adalah LUAHAN HATI dan koleksi Tazkirah.... Semoga BILA INTAN TERUS TIDUR... Blog ini menjadi Tanda Kasih Sayang Intan pada semua orang yang Intan sayang...

Semua Tazkirah ini Intan kumpul sejak dari mula-mula Intan ada Facebook dan baca dari Blog-blog yang terdapat dalam internet. Semoga kita berkongsi bersama segala kebaikan dan ilmu ini....


2018 intan mula dengan luahan hati. Setelah Habibi pergi, banyak yang ingin intan luahkan. Supaya terlerai sesak dada ini.

Terima Kasih buat arwah Habibi Tersayang dan Anakanda yang Dikasihi serta Meow-meow yang tak jemu menemani mamamu ini….. ;)

Monday 30 September 2013

KIRIMAN BACAAN AL-FATIHAH

Kiriman Bacaan al-Fatihah



Menghadiahkan bacaan al-Qur’an untuk yang sudah meninggal dunia tidak pernah di nukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan juga tidak seorang pun dari imam kaum muslimin. Seandainya hal itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah orang yang terdepan mengamalkannya.

Banyak para ulama yang menegaskan bid’ahnya budaya kirim al-Fatihah kepara ruh fulan dan sebagainya [1].

Berikut beberapa nukilan, di antaranya:

1.  al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Do’a ini dibuat-buat, tidak ada asalnya dalam sunnah.”[2]

2.  al-Hafizh as-Sakhowi rahimahullah berkata: “Saya ditanya tentang kebiasaan manusia usai sholat. Mereka membaca al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada kaum muslimin yang hidup dan mati, maka saya jawab: “Cara seperti ini tidak ada contohnya, bahkan ini termasuk kebid’ahan dalam agama.”[3]

3.  Ad-Dirdir rahimahullah berkata: “Sebagian umam kami (madzhab Malikiyyah) menegaskan bahwa membaca al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hukumnya di benci. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ini adalah do’a yang dibuat-buat oleh para pembaca al-Qur’an belakangan dan saya tidak mengetahui salaf yang mendahului mereka.”[4]

4.  Syaikh Muhammad Rosyid Ridhi rahimahullah berkata: “Ketahuilah bahwa apa yang populer di kampung dan kota berupa bacaan al-Fatihah untuk orang-orang yang sudah meninggal dunia tidak ada haditsnya yang shohih maupun dho’if. Bahkan hal itu termasuk kebid’ahan yang sesat berdasarkan dalil-dalil yang telah lalu. Hanya saja karena orang-orang yang dianggap alim diam maka seakan-akan menjadi perkara yang sunnah muakkad atau bahkan wajib.”[5]

5.  Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Adapun menghadiahkan al-Fatihah atau selainnya kepada orang-orang yang mati maka tidak ada dalilnya. Hendaknya hal itu ditinggalkan karena tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Namun disyariatkan berdo’a, shodaqoh, haji, umroh, membayar hutang dan sebagainya bagi yang telah meninggal yang telah jelas dalilnya bahwa hal itu bermanfaat bagi mayit.”[6]

Sampaikah Kiriman Pahalanya?
Masalah ini diperselisihkan oleh ulama. Namun pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa pahala kiriman tersebut tidak sampai[7], sebab tidak ada dalil yang mengatakan sampainya. Karena ibadah itu dibangun di atas dalil, bukan logika dan analogi. Ini merupakan madzhab Syafi’i. Imam Ibnu Katsir berkata ketika menjelaskan surat an-Najm ayat 38:
أَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” [QS.an-Najm/53: 38]

“Yakni sebagaimana dia tidak memikul dosa orang lain, dia juga tidak akan mendapatkan pahala kecuali apa yang dia usahakan sendiri. Dari ayat inilah imam Syafi’i rahimahullah dan para pengikutnya beristinbath (mengambil hukum) bahwa pahala hadiah bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada si mayit, karena hal itu bukan dari amalan dan usahanya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencontohkan kepada umatnya, dan tidak menganjurkan serta menyuruh umatnya baik secara nash (dalil yang jelas) maupun secara isyarat. Perbuatan ini juga tidak dinukil dari seorang sahabat pun. Seandainya perbuatan itu baik, tentu mereka adalah orang yang terdepan mempraktekkannya. Masalah ibadah hanyalah berdasar pada dalil, bukan akal pikiran dan pendapat manusia. Adapun doa dan sedekah maka hal itu telah menjadi kesepakatan akan sampainya pahala tersebut kepada mereka.” [8]

Jangan Salah Sangka

Perlu kami tegaskan disini bahwa tulisan ini bukan bermaksud melarang memabca surat al-Fatihah atau merendahkan al-Qur’an. Demi Allah azza wa jalla, bukan demikian maksudnya, tetapi tujuan kami hanyalah ingin meluruskan hal-hal yang tidak ada ajarannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga ibadah kita sesuai dengan tuntunan beliau.

Maka janganlah engkau tertipu dengan silat lidah ahli bid’ah yang menuduh ahli sunnah tatkala mengingkari ritual seperti ini dengan ucapan mereka: “Mereka adalah Wahhabi!! Melarang manusia dari dzikir dan membaca al-Qur’an! Tidak suka bacaan al-Qur’an dan Sholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam!!”
Dari Said bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan sholat setelah fajar lebih dari dua roka’at. Ia memanjangkan ruku dan sujudnya. Akhirnya Said bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah azza wa jalla akan menyiksaku dengan sebab sholat? Beliau menjawab: “Tidak, tetapi Allah azza wa jalla akan menyiksamu karena menyelisihi as Sunnah.”[9]

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengomentari atsar ini: “Ini adalaha jawaban Said bin Musayyib yang sangat indah. Dan merupakan senjata pamungkas terhadap ahlul bid’ah yang menganggap baik kebanyakan bid’ah dengan alasan dzikir dan sholat, kemudian membantai ahlus sunnah dan menuduh mereka (Ahlus Sunnah) mengingkari dzikir dan sholat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid’ah dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dzikir, sholat dan lain-lain.” [10]

Demikianlah penjelasan singkat masalah ini.

Semoga bermanfaat.

Amin.

Footnote:

[1] Kami hanya menukil komentar ulama yang berkaitan khusus tentang kirim bacaan al-Fatihah. Adapun budaya kirim pahala secara umam, maka banyak sekali nukilan komentar mereka, Lihatlah dalam Muqoddiman Syaikh Syaukat bin Rifqi terhadap kitab Majmu’ Rosail Fi Hukmil Ihda’ Tsawabi Qiro’atil Qur’an Lil Amwat, cet. Dar Atsariyyah.

[2] Al-Fatawa al-Haditsiyyah hal.23 oleh al-Haitsami

[3] Al-Ajwibah al-Mardhiyyah 2/721

[4] Asy-Syarh Kabir 2/10

[5] Tafsir al-Manar Surat al-An’am hal.164

[6] Majalah al Buhuts al-Islamiyyah edisi 28 hal.108

[7] Lihat masalah ini secara luas dalam Hukmul al-Qiro’ah lil Amwat hal Yashilu Tsawabuha Ilaihim? Karya Syaikh Muhammad Ahmad Abdussalam, ta’liq oleh Abdul Aziz al-Juhani. Syaikh Mushtofa al-Adawi berkata tentang kitab ini: “Departemen agama Mesir telah menerbitkan sebuah risalah berharga yang disusun oleh Muhammad Ahmad Abdussalam, beliau telah mengumpulkan perkataan para ulama ahli tafsir, hadits, fiqih, ushul, dan madzhab. Kemudian menyimpulkan bahwa bacaan al-Qur’an tidak sampai pahalanya kepada si mayit. Beliau juga mengikis habis beberapa argument yang rapuh dalam masalah ini.” [Ash-Shohihul Musnad Min Adzmaril yaum wa Lailah hal.331]

[8] Tafsir al-Qur’anil Adzim surat an-Najm hal.38

[9] Dikeluarkan oleh Baihaqi dalam Sunan Kubro 2/466 dishohihkan al-Albani dalam Irwaul Gholil 2/236

[10] Irwaul Gholil 2/236
Sumber: Disalin ulang dari Majalah al Furqon Edisi 10 Tahun Kesembilan Jumadil Ula 1431 [April/Mei 2010] Hal.14-16


petikan dari

Moslemsunnah.Wordpress.com

No comments:

Post a Comment