Kiriman Bacaan al-Fatihah
Menghadiahkan bacaan al-Qur’an untuk yang sudah
meninggal dunia tidak pernah di nukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
para sahabat radhiyallahu ‘anhum, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan juga tidak
seorang pun dari imam kaum muslimin. Seandainya hal itu baik, tentu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah orang yang terdepan
mengamalkannya.
Banyak para ulama yang menegaskan bid’ahnya
budaya kirim al-Fatihah kepara ruh fulan dan sebagainya [1].
Berikut beberapa nukilan, di antaranya:
1.
al-Hafizh Ibnu Hajar
al-Asqolani rahimahullah berkata: “Do’a ini dibuat-buat, tidak ada asalnya
dalam sunnah.”[2]
2.
al-Hafizh as-Sakhowi
rahimahullah berkata: “Saya ditanya tentang kebiasaan manusia usai sholat.
Mereka membaca al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada kaum muslimin yang hidup
dan mati, maka saya jawab: “Cara seperti ini tidak ada contohnya, bahkan ini
termasuk kebid’ahan dalam agama.”[3]
3.
Ad-Dirdir rahimahullah
berkata: “Sebagian umam kami (madzhab Malikiyyah) menegaskan bahwa membaca
al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hukumnya di benci. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ini adalah do’a yang
dibuat-buat oleh para pembaca al-Qur’an belakangan dan saya tidak mengetahui
salaf yang mendahului mereka.”[4]
4.
Syaikh Muhammad Rosyid
Ridhi rahimahullah berkata: “Ketahuilah bahwa apa yang populer di kampung dan
kota berupa bacaan al-Fatihah untuk orang-orang yang sudah meninggal dunia
tidak ada haditsnya yang shohih maupun dho’if. Bahkan hal itu termasuk
kebid’ahan yang sesat berdasarkan dalil-dalil yang telah lalu. Hanya saja
karena orang-orang yang dianggap alim diam maka seakan-akan menjadi perkara
yang sunnah muakkad atau bahkan wajib.”[5]
5.
Syaikh Abdul Aziz bin
Baz rahimahullah berkata: “Adapun menghadiahkan al-Fatihah atau selainnya
kepada orang-orang yang mati maka tidak ada dalilnya. Hendaknya hal itu
ditinggalkan karena tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Namun disyariatkan berdo’a, shodaqoh, haji,
umroh, membayar hutang dan sebagainya bagi yang telah meninggal yang telah
jelas dalilnya bahwa hal itu bermanfaat bagi mayit.”[6]
Sampaikah Kiriman Pahalanya?
Masalah ini diperselisihkan oleh ulama. Namun
pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa pahala kiriman tersebut tidak
sampai[7], sebab tidak ada dalil yang mengatakan sampainya. Karena ibadah itu
dibangun di atas dalil, bukan logika dan analogi. Ini merupakan madzhab
Syafi’i. Imam Ibnu Katsir berkata ketika menjelaskan surat an-Najm ayat 38:
أَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ
وِزْرَ أُخْرَى
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain.” [QS.an-Najm/53: 38]
“Yakni sebagaimana dia tidak memikul dosa orang
lain, dia juga tidak akan mendapatkan pahala kecuali apa yang dia usahakan
sendiri. Dari ayat inilah imam Syafi’i rahimahullah dan para pengikutnya
beristinbath (mengambil hukum) bahwa pahala hadiah bacaan al-Qur’an tidak
sampai kepada si mayit, karena hal itu bukan dari amalan dan usahanya. Oleh
karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencontohkan
kepada umatnya, dan tidak menganjurkan serta menyuruh umatnya baik secara nash
(dalil yang jelas) maupun secara isyarat. Perbuatan ini juga tidak dinukil dari
seorang sahabat pun. Seandainya perbuatan itu baik, tentu mereka adalah orang
yang terdepan mempraktekkannya. Masalah ibadah hanyalah berdasar pada dalil,
bukan akal pikiran dan pendapat manusia. Adapun doa dan sedekah maka hal itu
telah menjadi kesepakatan akan sampainya pahala tersebut kepada mereka.” [8]
Jangan Salah Sangka
Perlu kami tegaskan disini
bahwa tulisan ini bukan bermaksud melarang memabca surat al-Fatihah atau
merendahkan al-Qur’an. Demi Allah azza wa jalla, bukan demikian maksudnya,
tetapi tujuan kami hanyalah ingin meluruskan hal-hal yang tidak ada ajarannya
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga ibadah kita sesuai dengan
tuntunan beliau.
Maka janganlah engkau tertipu dengan silat lidah
ahli bid’ah yang menuduh ahli sunnah tatkala mengingkari ritual seperti ini
dengan ucapan mereka: “Mereka adalah Wahhabi!! Melarang manusia dari dzikir dan
membaca al-Qur’an! Tidak suka bacaan al-Qur’an dan Sholawat kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam!!”
Dari Said bin Musayyib, ia melihat seorang
laki-laki menunaikan sholat setelah fajar lebih dari dua roka’at. Ia
memanjangkan ruku dan sujudnya. Akhirnya Said bin Musayyib pun melarangnya.
Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah azza wa jalla akan
menyiksaku dengan sebab sholat? Beliau menjawab: “Tidak, tetapi Allah azza wa
jalla akan menyiksamu karena menyelisihi as Sunnah.”[9]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
rahimahullah mengomentari atsar ini: “Ini adalaha jawaban Said bin Musayyib
yang sangat indah. Dan merupakan senjata pamungkas terhadap ahlul bid’ah yang
menganggap baik kebanyakan bid’ah dengan alasan dzikir dan sholat, kemudian
membantai ahlus sunnah dan menuduh mereka (Ahlus Sunnah) mengingkari dzikir dan
sholat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid’ah
dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dzikir, sholat dan
lain-lain.” [10]
Demikianlah penjelasan singkat masalah ini.
Semoga bermanfaat.
Amin.
Footnote:
[1] Kami hanya menukil komentar ulama yang
berkaitan khusus tentang kirim bacaan al-Fatihah. Adapun budaya kirim pahala
secara umam, maka banyak sekali nukilan komentar mereka, Lihatlah dalam
Muqoddiman Syaikh Syaukat bin Rifqi terhadap kitab Majmu’ Rosail Fi Hukmil
Ihda’ Tsawabi Qiro’atil Qur’an Lil Amwat, cet. Dar Atsariyyah.
[2] Al-Fatawa al-Haditsiyyah hal.23 oleh
al-Haitsami
[3] Al-Ajwibah al-Mardhiyyah 2/721
[4] Asy-Syarh Kabir 2/10
[5] Tafsir al-Manar Surat al-An’am hal.164
[6] Majalah al Buhuts al-Islamiyyah edisi
28 hal.108
[7] Lihat masalah ini secara luas dalam
Hukmul al-Qiro’ah lil Amwat hal Yashilu Tsawabuha Ilaihim? Karya Syaikh
Muhammad Ahmad Abdussalam, ta’liq oleh Abdul Aziz al-Juhani. Syaikh Mushtofa
al-Adawi berkata tentang kitab ini: “Departemen agama Mesir telah menerbitkan
sebuah risalah berharga yang disusun oleh Muhammad Ahmad Abdussalam, beliau
telah mengumpulkan perkataan para ulama ahli tafsir, hadits, fiqih, ushul, dan
madzhab. Kemudian menyimpulkan bahwa bacaan al-Qur’an tidak sampai pahalanya
kepada si mayit. Beliau juga mengikis habis beberapa argument yang rapuh dalam
masalah ini.” [Ash-Shohihul Musnad Min Adzmaril yaum wa Lailah hal.331]
[8] Tafsir al-Qur’anil Adzim surat an-Najm
hal.38
[9] Dikeluarkan oleh Baihaqi dalam Sunan
Kubro 2/466 dishohihkan al-Albani dalam Irwaul Gholil 2/236
[10] Irwaul Gholil 2/236
Sumber: Disalin ulang dari Majalah al Furqon
Edisi 10 Tahun Kesembilan Jumadil Ula 1431 [April/Mei 2010] Hal.14-16
petikan dari
No comments:
Post a Comment